Recto Verso

Oktober 10, 2008

… Dengar fiksinya. Baca musiknya. Lengkapi penghayatan Anda dan temukanlah sebuah pengalaman baru.

Mungkin kata-kata inilah yang kemudian ‘menguatkan hati’ saya untuk membeli buku yang sebenarnya saya pikir cukup mahal. Sebuah novel yang dikemas dengan hardcover, dengan luasan halaman seperti jamaknya buku-buku Dee sebelumnya (kaya’nya sih kertas A5), dan dengan ketebalan tidak lebih tebal dari Shonen Magz yang biasa saya beli, saya pikir cukup ‘keterlaluan’ kalau dibanderol Rp 75.000,00.

Tapi, harga itu jua lah yang membuat saya berpikir, “Mahal bener.. Emang isinya apa nih?” Api penasaran tersebut seakan-akan disiram dengan bensin “Dengar fiksinya. Baca musiknya.” Tak pelak api yang berkobar-kobar menghanguskan duit yang ada di dompet. Wkakaka..

Setelah membuka plastik buku dan membuka-buka beberapa halamannya, baru tahulah saya kenapa banderol buku ini lumayan mahal. Buku kumpulan cerpen yang tersusun atas 11 kisah beserta 11 lagu yang mengiringinya dan rekaman dari 11 lagu tersebut (yup, 11 lagu tersebut benar-benar direkam dengan iringan orkestra yang cantik.. mantap..) dikerjakan dan diproduksi secara independen. So, harap maklum kalau harganya jadi cukup mahal.

… “Rectoverso” — pengistilahan untuk dua citra yang seolah terpisah tapi sesungguhnya satu kesatuan. Saling melengkapi. …

Rectoverso versi Dee (Dewi Lestari) ini menampung cerpen dan lagu. Jujur saja, saya lebih menikmati mendengarkan lagu-lagunya yang didukung oleh orkestrasi yang menawan. Membaca cerpennya, saya berulang kali dibuat berpikir, “Maksudnya apa ya?”. Mau gak mau, saya harus baca ulang lagi cerpen itu. Untungnya, cerpen (cerita pendek)-nya bener-bener pendek (ada yang 2 halaman aja). Dan untungnya lagi, ada lirik lagunya yang membantu saya untuk memahami cerpennya..

Bagi saya, yang menarik dari Rectoverso ini adalah perkawinan antara cerpen dan lagu. Cerpennya bisa benar-benar dibaca (meskipun seringkali sulit untuk memahaminya), sedangkan alunan lagunya juga dapat didengar dengan asyik. Selain itu, bukunya juga dikemas dengan menarik. Setting halaman digarap dengan apik. Sisipan berbagai gambar serta foto yang berwarna-warni dan sejalan dengan cerita merupakan oasis tersendiri di saat saya merasa bosan karena sering tidak paham cerpennya.

2 Responses to “Recto Verso”

  1. scooterboyz Says:

    tapi masi bagusan filosofi kopi..:p

  2. Novelic Says:

    Emmmmm…
    Masih Belum Baca


Tinggalkan komentar